BANGKA – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bali Kabupaten Bangka, Lukman mengungkapkan beberapa fakta tentang keberadaan PT Pulomas yang sudah belasan tahun mengerjakan alur muara jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Dikatakan Lukman, tahun 2021 lalu izin lingkungan hidup PT Pulomas pantas dicabut oleh Pemerintah Provinsi Babel. Karena dua perahu besar nelayan pecah, akibat melewati alur muara yang dikerjakan oleh PT Pulomas.
“Sudah sepatutnya izin lingkungan PT Pulomas di cabut. Itu atas pengajuan kami HNSI, di bawah kepemimpinan berdasarkan permintaan dan hasil rapat kecil beberapa nelayan dan notulen rapatnya disampaikan kepada kami HNSI,” sebut Lukman, saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp, Senin (1/7/24) malam.
“Malahan beberapa perahu nelayan kita pecah. Masih ingat saya KM Kota Bali dan KM Restu Ilahi dan perahu nelayan lainnya,” ungkapnya.
Karena penempatan Damping area menyalahkan aturan, sambung Lukman, ia langsung menyurati Gubernur Provinsi Bangka Belitung yang masih dijabat oleh Erzaldi Rostman untuk ditindaklanjuti.
“Dan saya tindak lanjuti dengan menyurati Gubernur saat itu. Karena penempatan Damping area menyalahi aturan dan menyebabkan muara jelitik semakin tidak kondusif,” ungkapnya lagi.
“Bukti realnya dulu PT DAK aktif di sana, sekarang lumpuh total akibat kapal-kapal tidak lagi bisa masuk melakukan pengedokan di PT DAK Air Kantung,” lanjut Lukman.
Tak hanya itu, ia juga menyebut jika gagalnya upaya pemulihan muara oleh Inkopal dan PT APB, karena digugat oleh PT Pulomas.
“Pada saat inkopal dan PT APB berupaya pemulihan muara. PT pulomas lah yg menghalangi dengan cara menggugat hingga 9 kali gugatan ke pengadilan, namun yang terakhir kami dapatkan gugatan mereka ditolak oleh Mahkamah Agung,” tutup Lukman.
Dikesempatan yang berbeda, Sekretaris HNSI Bogor Kabupaten Bangka, Selamet Riyadi, terkesan mendukung kehadiran PT Pulomas untuk terus melanjutkan pengerukan di Muara Air Kantung.
“Berdasarkan surat darurat kemarin, SIKK (Surat Izin Kerja Keruk) PT Pulomas telah usai. Padahal, sampai hari ini PT Pulomas masih mengeruk muara itu untuk para nelayan dan Mereka mengeluarkan biaya ratusan juta yang sudah dikeluarkan, itu harus dihargai,” kata Selamet Riyadi kepada wartawan, usai melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Provinsi Babel, Senin (1/7/24) siang.
“Ini bukan masalah hukum, ini masalahnya surat dekresi kepada PT Pulomas sudah dikeluarkan juga, disini PT Pulomas merasa dikadalin oleh pemerintah. Mereka mengeluarkan biaya tapi tidak diindahkan,” lanjut dia.
Ia juga menyebut, jika perusahaan manapun berhak untuk melakukan pengerukan di muara air kantung itu, tapi harus sesuai dengan kebijakan pemerintah.
“Kami itu sebenarnya siapa saja boleh tapikan mereka bekerja harus sesuai kebijakan dari pemerintah, yang kami kawal adalah kebijakan pemerintah jangan sampai salah, ketika hari ini pemerintah memberikan izin kepada PT Pulomas, tiba-tiba memberikan izin lagi kepada PT yang lain,” sambungnya.
“Keinginan kita hari ini, meminta kepada Pemda baik Provinsi maupun Kabupaten agar tidak mengeluarkan kebijakan yang berpotensi membuat masalah baru. Jadi kedatangan kami akibat permasalahan ini yang berlarut-larut, hal itu karena kebijakan pemerintah yang merugikan kami para nelayan,” tutup Selamet.
Untuk diketahui, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dibagi menjadi dua. Yakni HNSI Bali dan HNSI Bogor, untuk Lukman adalah ketua HNSI Bali Kabupaten Bangka dan Selamet adalah Sekretaris HNSI Bogor Kabupaten Bangka. (red)