Editorial
Penulis: Satyagraha
PAPINKAPOST.ID – PEMERINTAH Kabupaten Bangka mengambil langkah cepat, rasional dan manusiawi demi menyelamatkan keuangan daerah agar tidak semakin buruk. Namun langkah ini ada segelintir pihak di DPRD Bangka mempersoalkannya dengan alasan tidak jelas.
Sejak awal, kapal Pemkab Bangka sudah oleng lantaran kelebihan muatan. Kebutuhan keuangan tidak dirasionalisasi dengan kondisi keuangan yang ada. Kapal kecil, muatan banyak bahkan terus bertambah namun kondisi logistik sangat terbatas kalau bukan minim.
Ada fraksi di DPRD Bangka seperti terungkap disejumlah pemberitaan media daring protes keras itu lantaran dalam APBD-P Bangka 2024 ini Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN dan gaji honorer dipangkas.
Tak hanya itu, Fraksi tersebut juga protes lantaran anggaran DPRD Bangka juga dipangkas dari ajuan Sekretariat DPRD sebesar Rp12,5 miliar menjadi sekitar Rp3 miliar.
Padahal pembahasan APBD adalah pembahasan antara eksekutif dan legislatif. Keputusan pengesahan APBD ada di DPRD Kabupaten Bangka. Setelah melalui mekanisme yang panjang pembahasan kedua pihak maka diketok palu atau disahkan DPRD Bangka dalam sidang paripurna pada, Sabtu, 7 September 2024.
Sidang paripurna ini juga menjadi sidang paripurna terakhir bagi Anggota DPRD periode 2019-2024 karena akan dilantik anggota dewan terpilih periode 2024-2029.
Perlu diketahui PAD Kabupaten Bangka hanya Rp120 miliar. Yang kemudian disebut sebagai APBD murni. Dari APBD murni inilah diperuntukkan bagi TPP ASN sebanyak 3.323 orang atau sekitar Rp127 miliar. Gaji honorer sekitar Rp8 miliar sebulan atau total sekitar Rp96 miliar setahun.
Jadi untuk TPP ASN dan gaji honorer saja Pemkab Bangka butuh Rp223 miliar setahun. Ini belum ditambah gaji Anggota DPRD Bangka. Jadi sudah sangat jelas tekor, besarlah pasak dari pada tiang. Karenanya dilakukan penyesuaian dengan memangkas beban anggaran.
Sebenarnya sejak awal beban kapal bernama Pemkab Bangka ini sudah tidak masuk akal. Kebanyakan awak kapal. Jumlah honorer sebagai tenaga bantu sebanyak 4.493.
Dari jumlah tersebut sebanyak 3.174 data base dan sebanyak 1.319 non data base. Jumlah ini jelas lebih banyak dari jumlah ASN. Padahal idealnya jumlah honorer paling maksimal 50 persen dari jumlah ASN. Siapa yang merekrut honorer ini? Kemana selama ini Fraksi DPRD Bangka yang protes itu?
Bukankah honorer itu diterima sebagai honorer bukan dalam setahun terakhir? Tapi sebelum sebelumnya? Termasuk adanya indikasi honorer siluman yang belakangan kabarnya sudah diberhentikan berjumlah sekitar 90 an orang.
Siapa yang menerima mereka itu? Padahal jelas sebelum diberhentikan menambah berat beban keuangan daerah yang sudah sangat berat itu.
Setidaknya sumber PAD Kabupaten Bangka ada empat item yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Salah satu sumber PAD terbesar berasal dari sumber lain-lain PAD yang sah, seperti pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD, puskesmas.
Sumber PAD lainnya dari pajak dan retribusi. Untuk pendapatan dari PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan) terus digenjot. Tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Termasuk jika harus dilakukan penyesuaian NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak, juga harus dengan berbagai pertimbangan, termasuk tiga item lainnya karena berhubungan erat dengan masyarakat atau warga Kabupaten Bangka.
Empat sumber utama PAD yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah dalam situasi saat ini tidak mungkin dinaikkan tarifnya begitu saja.
Contohnya BLUD: RSUD dan Puskesmas, saat ini tidak mungkin tarifnya dinaikkan, apalagi di tengah sutuasi saat ini. Begitu juga menaikkan atau menyesuaikan tarif PBB pasti mayarakat keberatan.
Jika punya pikiran itu saat ini untuk menaikkannya itu sama artinya menambah beban rakyat dan itu bisa dianggap mengkhianati rakyat yang tengah susah.
Maka, upaya menaikkan PAD harus dilakukan dengan upaya yang kreatif, smart dan cerdas. Selain memaksimalkan sumber lama, potensi-potensi baru yang bisa dijadikan sumber PAD harus terus digali.
Termasuk legislatif harus punya inisiatif pula membuat payung hukumnya berupa Peraturan Daerah (Perda).
Dinas luar (DL) yang dilakukan menggunakan uang rakyat itu harus ada imbal baliknya berupa kinerja yang prima baik dalam menjalankan fungsi kontrol, aspirasi, legislasi dan fungsi anggaran. Jangan sampai DL sering tapi kinerja biasa-biasa saja. Produk legislasi inisiatif juga tidak seberapa. (***)