PANGKALPINANG – Anggota Komisi 3 DPRD Bangka Belitung Ir. H. Azwari Helmi mengingatkan pemerintah untuk responsif terhadap kondisi masyarakat, terkait situasi pertimahan.
Anggota Fraksi PPP ini mengaku menemukan banyak keluhan dan kekhawatiran masyarakat, terkait kondisi pertimahan saat ini.
“Dampak yang harus diwaspadai adalah yang langsung kepada masyarakat. Fakta bahwa sebagian besar masyarakat kita, kehidupan ekonominya di sektor (Timah) ini, sebagai penambang. Mereka berada pada mata rantai dari hulu ke hilir pertimahan. Jika hilirnya belum terbuka, maka hulu nya juga tersendat. Ini harus menjadi perhatian pemerintah,” ulas Helmi kepada wartawan Kamis (18/1/24) kemarin.
“Jangan sampai ini menjadi bom waktu, karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat Babel, khususnya yang bekerja disektor pertimahan, mulai dari penambang, hingga pekerja atau buruh di perusahaan peleburan,” sambung Caleg PPP Dapil Kabupaten Bangka ini.
Helmi menghimbau agar proses-proses perijinan tetap bergulir, jika memang telah memenuhi prosedur. Menurut Helmi, kepastian hukum dan kepastian berinvestasi di Bangka Belitung, pada sektor pertimahan khususnya dan sektor pertambangan umumnya harus segera ada kejelasan.
“Perijinan atau persetujuan seperti RKAB, dokumen lingkungan atau rekomendasi, jika memang sudah memenuhi prosedur dan persyaratan, seharusnya sudah harus dikeluarkan. Jangan sampai seolah ini efek dari perkara dugaan Tipikor yang sedang diusut Kejagung. Itu hal yang berbeda. Proses hukum tetaplah proses hukum, namun prosedur layanan terkait perijinan tidak seharusnya terdampak. Apalagi kalau ini menyangkut pada kondusifitas, pertumbuhan ekonomi daerah dan kehidupan ekonomi rakyat,” kata Helmi lagi.
“ Sekali lagi, saya sampaikan ini karena selama menjalankan proses Pemilu 2024 ini banyak sekali saya dapatkan keluhan dari masyarakat soal pertimahan ini. Bukan hanya penambang, tetapi para buruh pabrik, buruh tambang, yang merasa was was dengan situasi ini,” tutup Helmi.
Diketahui saat ini belasan perusahaan smelter swasta belum beraktivitas. Hal ini dikarenakan faktor belum diterbitkannya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Dirjen Minerba. Kondisi ini diduga dampak dari mencuatnya perkara dugaan Tipikor yang melibatkan PT. Timah Tbk dan mitra kerjasamanya, dalam tata kelola komoditi Timah dalam IUP OP PT. Timah. Tbk. (red)