Penulis Feature: Eka Firmansyah
Wartawan Kemarin Sore
PAPINKAPOST.ID – Usai mengantarkan surat audiensi ke Kepala Sekolah Dasar Negeri 17 Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Bangka, saya dengan penuh rasa penasaran atas suasana dan kondisi saat ini di pabrik woodschip milik PT Mentari Biru Energi, yang juga terletak di Air Duren, bergegas melaju motor yang saya kendarai ke pabrik itu.
Sesampainya dilokasi dan waktu masih menunjukkan pukul 13.12 WIB, saya langsung menghampiri satpam yang sedang berjaga di posnya, sebut saja Bung Deki. Dan yaaa, saya kenal akrab dengan beliau dan pastinya langsung disambut dengan hangat. “Assalamualaikum Kando, apa kabar?,” ujar saya kepada Bung Deki. “Waalaikumsalam, kabar baik, lama enggak keliatan,” sambut Bung Deki kepada saya.
Dalam suasana panas yang cukup tinggi di Bangka Belitung saat ini, terpantau kesibukan masyarakat yang terbilang aktif saat berada di pabrik woodschip milik PT MBE.
Sekitar setengah jam saya duduk di pos satpam sembari bercengkerama dengan Bung Deki dan disuguhi secangkir kopi, terhitung sudah ada sembilan truk bermuatan pohon karet dan jenis pohon lainnya yang masuk kedalam pabrik.
Yang nantinya kayu-kayu atau limbah perkebunan milik masyarakat itu diolah menjadi kepingan-kepingan kecil (woodschip), sebagai supplier bahan baku cofiring ke PLTU Air Anyir, Bangka.
Tak dapat dipungkiri, senyuman dari masyarakat yang masuk kedalam pabrik seolah membuat suasana panasnya matahari tidak ada artinya bagi saya. Karena bagi saya senyuman itu sangat menyentuh, dibalik pekerjaan mereka yang terbilang keras dan memeras keringat.
“Pabrik ini tentunya sangat membantu untuk kami para petani. Yang sebelumnya limbah ini kita bakar, sekarang bisa bermanfaat dan menghasilkan uang untuk kami,” ujar bapak Firwanto, saat bersenda gurau dengan wartawan penulis feature ini.
Sambil menyeruput es teh yang juga disediakan oleh Bung Deki, saya iseng menemui para pekerja untuk melihat dan merekam langsung aktivitas mereka. Dan tak disangka malah terjadi aksi lucu, karena beberapa karyawan pabrik yang memantau proses itu langsung kabur dan menghindar karena malu tertangkap kamera. “Hahahaha….” Itulah kata yang seketika keluar dari mulut saya ketika itu.
Sebelum saya meninggalkan pabrik woodschip itu, saya kembali menemui Bung Deki untuk bertanya nominal komisi kepada masyarakat yang menjual limbah pohon itu. “Satu kilo 150 Rupiah, untuk semua jenis limbah pohon baik basah ataupun kering. Dan transaksi pembayaran juga langsung dilakukan hari itu (selesai mengantarkan limbah pohon ke pabrik),” ujar dia.
Karena hari sudah menunjukkan pukul 14.20 WIB, saya memutuskan untuk pamit sambil memikirkan tempat ngopi dengan suasana yang enak di Pangkalpinang. “Makasih lah nyambut ku dengan hangat Kando, ku izin pamit,” ujar saya kepada Bung Deki sembari menghidupkan motor yang saya kendarai, lalu dibalas dengan kata “Siap, hati-hati dijalan,” oleh Bung Deki.
Usai pamit, dalam hati saya hanya berkata “tidak disangka pabrik yang dahulu saya liput waktu peletakan batu pertama sudah berdiri dengan megah dan banyak membantu masyarakat.” See you next time PT MBE, ekonomi Bangka Belitung saat ini butuh dorongan, terimakasih sudah hadir di masa-masa keterpurukan ekonomi kami. (***)