Editorial
Robiyansah (Redaktur Senior)
PAPINKAPOST.ID – Mendadak banyak muncul komentator-komentator politik dadakan, di berbagai media online. Nadanya adalah orkestrasi soal salah seorang kandidat bernama Erzaldi Rosman. Mulai dari yang katanya wartawan, aktivis anti korupsi hingga sesepuh purnawirawan semuanya kompak melantunkan orkestrasi soal agar dukungan partai Gerindra segera diberikan kepada Erzaldi Rosman.
Yang menarik di sini adalah kebisingan yang seharusnya tidak terjadi. Apalagi mengingat Erzaldi adalah ketua DPD Partai Gerindra. Jelas bukan kartu mati. Ibarat kata, dipastikan dukungan partai Bapak Prabowo Subianto ini akan jatuh kepada Erzaldi. Meski Erzaldi bukan kader murni seperti Dedi Yulianto yang dari awal membesarkan Gerindra.
Di sisi lain, Harwendro Adityo dijadikan sebagai villain yang menjadi aktor tak kunjung turunnya restu dari DPP Partai Gerindra. Diramu dengan isu kompetisi Pileg 2024 lalu, komplit lah skenario menuding menantu Hasyim Djojohadikusumo tersebut sebagai otak utama.
Kemudian dalam situasi ini, mendadak muncul para komentator yang menghujat Harwendro Adityo dengan sebutan tidak berjiwa kesatria atas gagalnya dalam Pileg 2024 lalu. Harwendo diisukan seolah menjadikan restu DPP sebagai bargaining position untuk dibarter dengan kursi Senayan.
Para pendukung ini bahkan melontarkan nada ancaman akan terjadi situasi yang tidak menguntungkan elektabilitas Gerindra di Babel. Padahal Harwendro jelas mengatakan bahwa Gerindra harus benar-benar memastikan restu jatuh ke sosok yang tepat. Artinya dalam berbagai kalkulasi, Gerindra benar-benar melakukan pertimbangan untuk memberikan restu, bukan sebatas angka elektoral.
Karena bukan rahasia lagi bahwa Erzaldi saat ini harus bolak-balik memenuhi panggilan Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Babel. Ada berbagai dugaan Tipikor yang tentunya diduga melibatkan mantan Petahana tersebut. Ada soalan tentang ijin pinjam pakai lahan 1500 Ha kepada PT NKI. Yang seharusnya ijin tersebut merupakan kewenangan menteri kehutanan. Belum lagi soal jual beli lahan yang dipinjamkan tersebut, termasuk soal janji menanam Pisang malah tumbuh Sawit. Ditambah cerita soal lahan tersebut kemudian jadi objek jual beli.
Di permasalahan lainnya, ada dugaan kredit macet PT. BRM, yang membuat ratusan petani di Bangka Tengah harus di-blacklist oleh BI checking. Belakangan tercium pula ada aroma oligarki keluarganya dalam projeck Jahe Merah.
Termasuk di bidang pertambangan, Erzaldi Rosman juga harus ikut terperiksa dalam dugaan Tipikor Rp 300 triliun. Bukan tak mungkin masalah ini jadi sandungan, mengingat jajaran Kepala Dinas ESDM di era nya sudah menjadi tersangka perkara Mega korupsi ini.
Bisa jadi ini sebagai bahan pertimbangan yang benar-benar harus matang. Gerindra tentunya tidak ingin restu berharga dari DPP kemudian jatuh kepada sosok yang harus tersangkut masalah hukum. Bisa jadi DPP Gerindra menunggu kepastian bahwa Erzaldi Rosman benar-benar bersih dari dugaan perkara Tipikor.
Orkestrasi berisik yang digaungkan oleh pihak-pihak pendukung Erzaldi Rosman mestinya juga menimbang hal itu, bahwa azas praduga tidak bersalah tentu tetap harus dikedepankan. Namun keputusan Gerindra tentu menjadi bagian inklusif bagi para petinggi partai berlambang kepala Garuda ini untuk benar-benar tepat memberi rekomendasi. Bisa jadi, ini juga yang menyebabkan masih menggantungnya restu DPP soal Pilgub Babel.
Soal Harwendro Adityo yang dianggap Villain oleh kubu Erzaldi Rosman, atas tudingan ingin menukar kursi parlemen di Senayan, itu butuh bukti yang kuat juga. Jangan hanya sebatas isu liar. Karena beda cerita soal Erzaldi Rosman yang harus bolak balik memenuhi panggilan penyidik. Itu fakta yang jelas. Jadi bukan tak mungkin ini menjadi pertimbangan sehingga DPP Gerindra belum menurunkan rekomendasi kepada Erzaldi Rosman. Lagi pula bicara soal sosok Harwendro Adityo, rasanya bukan hal yang sulit untuk mendapatkan jabatan mentereng. Mengingat pengusaha muda ini merupakan keluarga dari seorang Hasyim Djojohadikusumo. Jadi tudingan soal barter kursi parlemen siapa yang tebar?
Namun orkestrasi berisik yang senada dilayangkan oleh para pendukung Erzaldi Rosman, seolah melupakan fakta-fakta ini. Bahkan seorang (katanya) aktivis anti korupsi, yang biasanya getol menyuarakan dorongan penuntasan perkara Tipikor, hari ini mingkem, bahkan ikut orkestrasi mendesak supaya Erzaldi Rosman direstui Gerindra.
Semua ini menarik untuk diikuti, karena suasana kepanikan justru terlihat di kubu Erzaldi Rosman, lewat orkestrasi berisik tadi. Mengingat seharusnya Erzaldi Rosman selaku Ketua DPD Gerindra bisa santai menunggu restu dari DPP. Namun ini akan menjadi sebuah tamparan besar jika ternyata selaku Ketua DPD Gerindra, selaku Kandidat, Erzaldi malah tak dapat restu dari DPP. Orkestrasi yang ada hari ini justru lebih terlihat seperti jalan terjal yang harus dihadapi seorang Erzaldi Rosman, untuk mengantongi restu DPP.(**)