PANGKALPINANG – Ahli Hukum Pidana, Dr. Chairul Huda dengan tegas menyebut jika penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI, bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan Toni Tamsil alias Akhi sebagai tersangka kasus korupsi komoditas Timah.
Diketahui, Akhi merupakan adik kandung Thamron alian Aon yang sudah terlebih dahulu mendekam di Rutan Salemba, tepatnya pada Selasa (6/2/24) lalu.
“Ini dipaksakan kasusnya, jadi harusnya secara hukum apa yang dilakukan oleh terdakwa itu bukan termasuk tindakan obstruction of justice (penghalangan keadilan),” tegas Chairul Huda kepada sejumlah wartawan, saat menghadiri sidang Akhi di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang, Rabu (24/7/24) siang.
“Tepatnya bodoh aja, jadi bayangkan tiba-tiba ada petugas hukum yang masuk kerumahnya untuk digeledah, kan panik jadinya, itu yang sebenarnya terjadi. Tidak ada tindakan mencegah atau menghalang-halangi proses penegakan hukum” sambungnya.
Apalagi, lanjut Chairul, pasal 21 KUHAP yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang itu tertuju kepada pemeriksaan saksi tersangka, terdakwa.
“Apalagi pasal 21 itu tertuju kepada pemeriksaan saksi tersangka, terdakwa. Jadi mencegah, menggagalkan dan merintangi adalah proses pemeriksaan saksi, tersangka, terdakwa,” papar Chairul.
“Dalam kasus ini dia menghalangi siapa? menggagalkan pemeriksaan siapa?. Kasus pidananya aja dia ga tau terkait apa,” jelasnya.
Lagi-lagi dengan tegas, Chairul menyebut hal itu sebagai tindakan arogan dari Aparat Penegak Hukum (APH), yang sewenang-wenang menahan dan menetapkan masyarakat sebagai terdakwa.
“Jujur saya gak kenal sama tersangka ataupun keluarganya. Jika seandainya dia memang benar menghalangi tindakan petugas ada pasalnya, bukan ini,” tegasnya.
“Contohnya pasal 221 KUHAP, Pasal 212 KUHAP baru dia (JPU) terperangah, bahwa memang ada ketentuan lain. Tapi kan masa saya ngajarin bebek berenang, masa iya ngajarin jaksa soal pasal, karena kan mereka harusnya tau gitu loh,” paparnya lagi.
Pakar Hukum Tindak Pidana itu juga mengaku sangat tertarik untuk menerangkan kasus tersebut, meski harus terbang dari Jakarta ke Pulau Bangka.
“Makanya saya jauh-jauh dari Jakarta mau menerangkannya, karena bagi saya kasus ini menarik. Ini bentuk kesewenang-wenangan yang tidak dapat dibenarkan,” jelas Dosen Fakultas Hukum UMJ itu.
“Kita harap Hakim bisa bertindak dengan adil, memutuskan dengan adil, sehingga kemudian ini bisa jelas kasusnya,” harapnya. (Eka)